We basically
love anything and anyone that’s going to inspire people to get out there, see
the world and start travelling. Yes,
I love them and that’s why I travel, even all alone. First
of all, what you have to know about so called solo travel is that you’re hardly
ever alone. And one of the great things about travelling alone is that fact you
don’t have to deal with many types of
rempongness (lol). Randomly find the cheap ticket that
meets my free time, or find the best price for the appropriate backpacker
lodging, I can book it without have to compromise. That’s been one of the greatest
aspects for me knowing how much my travel plans change but it’s been great to
be able to take opportunities and to not worry about anyone
else.
Yet the fact I have to deal with is no one is there
taking care of me and my heavy-load
backpack, or
leading me the roadway, or the most critical is taking the pictures of myself
(wkwk), so I’ve got myself here and that gives me such a great sense of
achievement. The sense of allocating my
salary and time, then I planned the trip, I reached the mountain, climbed down to see sunset on
the beach, I ate local food till I came across the odd dish, and I met many different
people—since the incredibly important part of the whole travelling thing for me
is the people I meet. Uuugh what more could you ask for?! And yes, it’s
important to throw yourself into the deep end sometimes—sink or swim as they
say! Haha
Well then, berikut inti ceritanya. (Almost) whenever I meet
my long-lost-friends or netizen-friends, munculah sebuah template: Trid lo kok
jalan-jalan terus! Woy. Nggak juga. Kebetulan aja instastory saya isinya mostly
seputar jalan-jalan. Selebihnya mengabdi di kantor a.k.a cari modal
jalan-jalan. “Long weekend ke gunung lagi, mbak Astrid?” YHA, sampai dengan
imej saya sudah cukup rimba. Nggakpapa. Gue emang nggak pernah merencanakan
jalan-jalan dari jauh-jauh hari (kalo sendirian). Biasanya kalo tiba-tiba bosen
(kebetulan anaknya bosenan), atau kalo tiba-tiba lagi pingin berkelana (kebetulan
anaknya kalo udah pingin harus keturutan sampe nyebelin) langsung cari-cari
destinasi yg rasional, dan finally: “Ticket booked for next weekend, one
passenger: Astrid Astari”
Lanjut. Jadi dampaknya, setiap lagi traveling and post something di
instastory, dm seputar gimana-cara-backpacker-sendirian cukup menghambur di messages
instagram. This post intended to share tips and trick solo backpacker. Agak sampah but, its ok lah. Here we go.
1.
1. Niat & Berani
Paling awal dari segalanya: Nawaitu, dan berani
dulu. Karna bahwasanya, niat tanpa keberanian adalah watjana. “Kok berani
banget cewek sendirian?!!” Yes, I’m the type of person whose thoughts always
lead to positifitas tanpa batas. Keep positive, jadi orang baik, berpenampilan
yang pantas, ramah sama semua orang, insha Allah aman sejahtera. Tapi harus
liat kondisi juga. Untuk beberapa lokasi/destinasi yang memang tidak disarankan
jalan sendiri, gue biasanya cari barengan. Sesama solo-backpacker in most cases
semacam will find the way, dan akan saling bantu-membantu. For sure, having new
traveling friends always felt so fun! “Emang nggak pernah digangguin orang??!!”
Sering. Catcall? Till I no longer care, ma fren. Selama memang nggak berlebihan, gue nggak pernah
terdistraksi dan justru menanggapi sebagai elemen perjalanan aja, toh kadar
distraksi seseorang nggak pernah sama.
2. Restu orang tua & Doa Ibu
Yg ini no excuse ya. Nggak lucu aja kan kalo lo
tiba-tiba masuk koran jadi buronan anak ilang. Awalnya emang susah juga dapet
izin, tapi kesini-kesini, semakin orang tua mengerti tujuan jalan-jalan
berfaedah dan beriman, alhamdulillah diizinin walopun mesti mempersiapkan
skenario yang dramatis dan pragmatis.
3. Itinerary
Firstly, tentukan dulu mbak/mas nya mau kemana.
Jogja/Bali/Sumba/Bajo/India/MacchuPicchu (me, someday)/or wheresoever. Lanjut,
tinggal di list destinasi-destinasi yang sekiranya ingin dikunjungi, bisa cari
inspirasi dari travel blogger, atau traveling account di instagram. Yeap, you
are where you travel. Disini niat dan tujuan masing-masing pelancong akan beda.
Ada yang memang bertendensi untuk chill di pantai, summit attack, coffee-hopping,
view advanture, atau foto-foto instagrammable supaya feed nya teratur. Ya nggak
salah juga. Apapun itu, lebih baik di list dari awal, supaya pas udah sampai di
tempat tujuan nggak luntang lantung dan meningkatkan efisiensi efektifitas
perjalanan yang terintegritas. Gitu deh.
Next, alur lokasi yang akan dikunjungi juga mbok
ya diatur-atur. Lebih enak kalo diurutkan berdasarkan jalur & akses yang
searah biar hidup sendirian lebih terarah. Beda kasus dengan expertise backpacker yang
memang pengen berjalan mengikuti angin, tanpa itin mungkin akan lebih
“menemukan jati diri”.
4. Penginapan & Makan
Untuk saya pribadi, masalah penginapan nggak perlu
yang bagus-bagus. Emang kayaknya nggak pernah bagus juga sih. Instead of hotel,
gue selalu memilih penginapan hostel, which is paling banyak menampung para
backpacker. Kenapa, 1) Hemat, 2) Di penginapan biasanya gue cuma numpang tidur,
selebihnya seharian full exploring di luar, 4) Berpotensi lebih banyak mendapat
informasi seputar rekomendasi akses dan destinasi dari backpacker lain, 3) Lebih
sensasional. (Yes still, staying in hostels can create
some of the best travel memories you’re ever going to have). Atau kalo lagi di daerah yang berpenduduk baik dan hangat, biasanya gue
ditawarin untuk nginep di rumahnya. Mungkin lebih tepatnya penduduk yang iba
melihat saya gembelan sendirian, I guess.
“Nemu penginapan kayak gitu dimana???” Mostly dari
Traveloka, atau googling. Sometimes I lean on the rating of places, then read
the reviews. Semacam terkesan menjamin mungkin ya. Selama ada ibu kos, kamar
mandi bersih, oke lah. Kipas angin? No probs. Kebetulan gue anaknya
se-gampang-itu tidur dan shubuh-person dimanapun. Nempel bantal 5 detik,
langsung literally mati suri gitu lah sampe adzan Shubuh.
Lanjut, perihal makanan. I never spend a lot of
budget for this. Yang penting halal, (terlihat) bersih, sehat dan bikin
kenyang. Asal ada sayuran hidup ini aman. Kuliner di pinggir jalan bareng
orang-orang jalanan menjadi salah satu scene favorit gue di setiap perjalanan.
Ngobrol sama orang lokal tentang kehidupan budaya masing-masing, adat istiadat,
hingga issue lokal setempat, yang biasanya termanifestasi menjadi bercerita.
Dan dengan senang hati saya mendengarkan.
5. Akses transportasi
Untuk ini memang mesti
disesuaikan dengan visibilitas akses transportasi masing-masing daerah, karna
jelas akan berbeda. Generally, paling aman dan hemat memang rent motor sendiri.
Dari sisi budget dan waktu akan lebih efektif. Tapi buat gue pribadi, kalau memang visible, kadang-kadang
sengaja mencari transportasi umum, atau ngeteng truk sayur, biar lebih melebur
dengan orang-orang yang menyertai perjalanan. Lalu muncul buah-buah obrolan,
yang akhirnya ditunjukkan jalan oleh bapak Supir atau bahkan penumpang lain. Google
maps? Kalah canggih. Yea I’m lovin this kind of life!!
6. Hati-hati & Jangan lupa Sholat
The last but not least, segala sesuatunya akan
kembali pada kehati-hatian diri sendiri ya, wahai saudara-saudari sebangsa
setanah air. Tau diri kalo lagi traveling sendirian, menjaga barang bawaan
harus diperketat, penggunaan kamera dan gadget di tempat-tempat yang memang
aman. Di akhir, jangan lupa sholat (bagi muslim/muslimah), supaya setiap langkah
dilindungi Allah SWT dan selalu berkah. Karna sesungguhnya mencari-cari kiblat
di atas gunung kemudian bertayamum adalah
keindahan yang haqiqi.
Yha akhir kata, demikian wejangan dari saya,
selebihnya adalah improvement dan comfortzone style dari masing-masing
traveler. Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum wr. Wb.