Solo-Travel

February 19, 2018



We basically love anything and anyone that’s going to inspire people to get out there, see the world and start travelling. Yes, I love them and that’s why I travel, even all alone. First of all, what you have to know about so called solo travel is that you’re hardly ever alone. And one of the great things about travelling alone is that fact you don’t have to deal with many types of rempongness (lol). Randomly find the cheap ticket that meets my free time, or find the best price for the appropriate backpacker lodging, I can book it without have to compromise. That’s been one of the greatest aspects for me knowing how much my travel plans change but it’s been great to be able to take opportunities and to not worry about anyone else.

Yet the fact I have to deal with is no one is there taking care of me and my heavy-load backpack, or leading me the roadway, or the most critical is taking the pictures of myself (wkwk), so I’ve got myself here and that gives me such a great sense of achievement. The sense of allocating my salary and time, then I planned the trip, I reached the mountain, climbed down to see sunset on the beach, I ate local food till I came across the odd dish, and I met many different people—since the incredibly important part of the whole travelling thing for me is the people I meet.  Uuugh what more could you ask for?! And yes, it’s important to throw yourself into the deep end sometimes—sink or swim as they say! Haha

Well then, berikut inti ceritanya. (Almost) whenever I meet my long-lost-friends or netizen-friends, munculah sebuah template: Trid lo kok jalan-jalan terus! Woy. Nggak juga. Kebetulan aja instastory saya isinya mostly seputar jalan-jalan. Selebihnya mengabdi di kantor a.k.a cari modal jalan-jalan. “Long weekend ke gunung lagi, mbak Astrid?” YHA, sampai dengan imej saya sudah cukup rimba. Nggakpapa. Gue emang nggak pernah merencanakan jalan-jalan dari jauh-jauh hari (kalo sendirian). Biasanya kalo tiba-tiba bosen (kebetulan anaknya bosenan), atau kalo tiba-tiba lagi pingin berkelana (kebetulan anaknya kalo udah pingin harus keturutan sampe nyebelin) langsung cari-cari destinasi yg rasional, dan finally: “Ticket booked for next weekend, one passenger: Astrid Astari”

Lanjut. Jadi dampaknya, setiap lagi traveling and post something di instastory, dm seputar gimana-cara-backpacker-sendirian cukup menghambur di messages instagram. This post intended to share tips and trick solo backpacker. Agak sampah but, its ok lah. Here we go.
1.  
1. Niat & Berani
Paling awal dari segalanya: Nawaitu, dan berani dulu. Karna bahwasanya, niat tanpa keberanian adalah watjana. “Kok berani banget cewek sendirian?!!” Yes, I’m the type of person whose thoughts always lead to positifitas tanpa batas. Keep positive, jadi orang baik, berpenampilan yang pantas, ramah sama semua orang, insha Allah aman sejahtera. Tapi harus liat kondisi juga. Untuk beberapa lokasi/destinasi yang memang tidak disarankan jalan sendiri, gue biasanya cari barengan. Sesama solo-backpacker in most cases semacam will find the way, dan akan saling bantu-membantu. For sure, having new traveling friends always felt so fun! “Emang nggak pernah digangguin orang??!!” Sering. Catcall? Till I no longer care, ma fren. Selama memang nggak berlebihan, gue nggak pernah terdistraksi dan justru menanggapi sebagai elemen perjalanan aja, toh kadar distraksi seseorang nggak pernah sama.

2. Restu orang tua & Doa Ibu
Yg ini no excuse ya. Nggak lucu aja kan kalo lo tiba-tiba masuk koran jadi buronan anak ilang. Awalnya emang susah juga dapet izin, tapi kesini-kesini, semakin orang tua mengerti tujuan jalan-jalan berfaedah dan beriman, alhamdulillah diizinin walopun mesti mempersiapkan skenario yang dramatis dan pragmatis.

3. Itinerary
Firstly, tentukan dulu mbak/mas nya mau kemana. Jogja/Bali/Sumba/Bajo/India/MacchuPicchu (me, someday)/or wheresoever. Lanjut, tinggal di list destinasi-destinasi yang sekiranya ingin dikunjungi, bisa cari inspirasi dari travel blogger, atau traveling account di instagram. Yeap, you are where you travel. Disini niat dan tujuan masing-masing pelancong akan beda. Ada yang memang bertendensi untuk chill di pantai, summit attack, coffee-hopping, view advanture, atau foto-foto instagrammable supaya feed nya teratur. Ya nggak salah juga. Apapun itu, lebih baik di list dari awal, supaya pas udah sampai di tempat tujuan nggak luntang lantung dan meningkatkan efisiensi efektifitas perjalanan yang terintegritas. Gitu deh.
Next, alur lokasi yang akan dikunjungi juga mbok ya diatur-atur. Lebih enak kalo diurutkan berdasarkan jalur & akses yang searah biar hidup sendirian lebih terarah. Beda kasus dengan expertise backpacker yang memang pengen berjalan mengikuti angin, tanpa itin mungkin akan lebih “menemukan jati diri”.

4. Penginapan & Makan
Untuk saya pribadi, masalah penginapan nggak perlu yang bagus-bagus. Emang kayaknya nggak pernah bagus juga sih. Instead of hotel, gue selalu memilih penginapan hostel, which is paling banyak menampung para backpacker. Kenapa, 1) Hemat, 2) Di penginapan biasanya gue cuma numpang tidur, selebihnya seharian full exploring di luar, 4) Berpotensi lebih banyak mendapat informasi seputar rekomendasi akses dan destinasi dari backpacker lain, 3) Lebih sensasional. (Yes still, staying in hostels can create some of the best travel memories you’re ever going to have). Atau kalo lagi di daerah yang berpenduduk baik dan hangat, biasanya gue ditawarin untuk nginep di rumahnya. Mungkin lebih tepatnya penduduk yang iba melihat saya gembelan sendirian, I guess.
“Nemu penginapan kayak gitu dimana???” Mostly dari Traveloka, atau googling. Sometimes I lean on the rating of places, then read the reviews. Semacam terkesan menjamin mungkin ya. Selama ada ibu kos, kamar mandi bersih, oke lah. Kipas angin? No probs. Kebetulan gue anaknya se-gampang-itu tidur dan shubuh-person dimanapun. Nempel bantal 5 detik, langsung literally mati suri gitu lah sampe adzan Shubuh.
Lanjut, perihal makanan. I never spend a lot of budget for this. Yang penting halal, (terlihat) bersih, sehat dan bikin kenyang. Asal ada sayuran hidup ini aman. Kuliner di pinggir jalan bareng orang-orang jalanan menjadi salah satu scene favorit gue di setiap perjalanan. Ngobrol sama orang lokal tentang kehidupan budaya masing-masing, adat istiadat, hingga issue lokal setempat, yang biasanya termanifestasi menjadi bercerita. Dan dengan senang hati saya mendengarkan.

5. Akses transportasi
Untuk ini memang mesti disesuaikan dengan visibilitas akses transportasi masing-masing daerah, karna jelas akan berbeda. Generally, paling aman dan hemat memang rent motor sendiri. Dari sisi budget dan waktu akan lebih efektif. Tapi buat gue pribadi, kalau memang visible, kadang-kadang sengaja mencari transportasi umum, atau ngeteng truk sayur, biar lebih melebur dengan orang-orang yang menyertai perjalanan. Lalu muncul buah-buah obrolan, yang akhirnya ditunjukkan jalan oleh bapak Supir atau bahkan penumpang lain. Google maps? Kalah canggih. Yea I’m lovin this kind of life!!

6. Hati-hati & Jangan lupa Sholat
The last but not least, segala sesuatunya akan kembali pada kehati-hatian diri sendiri ya, wahai saudara-saudari sebangsa setanah air. Tau diri kalo lagi traveling sendirian, menjaga barang bawaan harus diperketat, penggunaan kamera dan gadget di tempat-tempat yang memang aman. Di akhir, jangan lupa sholat (bagi muslim/muslimah), supaya setiap langkah dilindungi Allah SWT dan selalu berkah. Karna sesungguhnya mencari-cari kiblat di atas gunung kemudian bertayamum  adalah keindahan yang haqiqi.

Yha akhir kata, demikian wejangan dari saya, selebihnya adalah improvement dan comfortzone style dari masing-masing traveler. Semoga bermanfaat.



Wassalamualaikum wr. Wb.







You Might Also Like

1 comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

About Me

Astrid Astari

Female, 25 years old

Books shelf at a tea room;

sometimes I write there


Get Into A Spoon of Mine

Get Into A Spoon of Mine