Semoga generasi Indonesia lebih utuh daripada sekadar itu,
November 17, 2016
Sedikit anotasi terhadap sosial
masyarakat Indonesia, dengan sudut pandang campuran.
The Eloquency of Silence―Kefasihan dalam diam; barangkali
pernah membaca kutipan dari Ivan Illich dalam bukunya Celebration of Awareness: “Kata-kata dan kalimat terdiri atas diam
yang lebih bermakna daripada bunyi.” Kata-katanya orakel, ketika diam dapat
dimaknai menjadi suatu dialog. Atau sebaliknya: dialog dengan bunyi yang bersahutan,
namun kadang-kadang justru terdengar tidak berisi.
Indonesia hari ini. Sebuah
kutipan dari Tan Malaka, dalam Aksi Massa (1926), ”Dalam masa revolusi lah
tercapai puncak kekuatan moril, terjadi kecerdasan pikiran dan memperoleh
segenap kemampuan untuk pendirian masyarakat baru.” Lalu terasa seperti ada
yang hilang: tendensi perilaku generasi muda dengan aksen nasionalis.
Suatu pratinjau terhadap laku
generasi muda negeri Pancasilais, ketika eksistensi menjadi suatu yang penuh
hipokrasi. Globalisasi teknokratis menghadirkan kita pada dunia dengan bermacam
media, dengan yang paling gamblangnya sosial media. Adalah satu set baru
komunikasi; alat kolaborasi yang memungkinkan banyak jenis interaksi. Lalu
perlahan kita justru menyaksikan interaksi yang seringkali dipergoki salah. Bentuk
sosial yang diwadahi dengan kepraktisan teknologi sedikit banyak menjauhkan “sosial”
yang sebenarnya dekat, walaupun benar mendekatkan yang jauh pula. Lalu hadir
rekayasa yang terasa di dalamnya―pencitraan sosial―seolah
menjadikan eksemplar dari kaum yang tidak natural. Perlahan-lahan mematikan sosial yang
lebih nyata, dan masing-masing terlihat hidup sendirian.
Kemudian muncul tendensi kompetitif
untuk suatu predikat eksistensi paling tinggi; dengan menjadikan kata “modern” untuk
melumrahkan pelbagai cara. Mungkin pikirnya: semakin kontroversial semakin menarik,
semakin dilihat. Menyalurkan konsekuensi negatif pada yang melihat, lalu
biasanya terprovokasi. Begitu yang memang terjadi, depresiasi moral oleh
pengertian “modernisasi” yang cenderung bobrok. Kaum eksemplar dari sebagian
besar generasi Y itu mungkin lupa, sejarawan bangsa saat seusianya sedang
mati-matian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Atau tetap merasa bangga,
sedang kerabat segenerasinya sibuk mengejar ilmu, untuk eksistensi yang lebih
bermartabat. Barangkali suatu generasi perlu mengadakan rekonsiliasi dengan
masa silam dan masa depan. Rekonsiliasi untuk melihat komparasi moral sebagai
sesuatu yang fluktuatif. Namun mestinya tidak memalukan.
Aksentuasi revolusi Indonesia
menjadikan ada yang harus diaktualisasikan di dalamnya: kultur sosial bermasyarakat.
Interaksi sosial yang lebih hangat kerap dijumpai di daerah tanpa intervensi
tinggi daripada “media” itu. Suatu ketika di desa Sembalun, Kabupaten Lombok
Timur, menghabisi waktu makan siang di pekarangan rumah salah seorang warga
setempat. Basa-basi yang natural, menghidupkan percakapan yang penuh isi. Kami
bercerita, pemilik rumah menggelar tikar, seketika membawa bakul nasi diikuti
lauk-pauk yang baru matang. Selang tak lama, sang tuan rumah membawakan kopi dan
ketan bakar, menutup siang itu. Selesai kumandang adzan Zuhur, ada diam yang
menggantung. Seolah mengisi spasi antara melantunkan ulang lafal adzan dan mempersiapkan
diri untuk sembhayang. Diam yang dimaknai suatu dialog, bahwa pada dasarnya
manusia dianugerahi bahasa tubuh: saling mempersilakan.
Pada akhirnya manusia memang
dituntut untuk bisa membagi proporsi antara yang nyata dan maya. Menghidupkan
sosial dengan lebih sederhana, tanpa komplemen yang tak praktis. Menghidupkan sosial
yang tak mesti mengenal batas, tanpa perlu merekognisi takaran eksistensi yang
jelas. Bukankah manusia diberi bakat untuk tahu mana yang baik dan buruk?
Semoga generasi Indonesia lebih utuh daripada sekadar itu.
17/11
4 comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTulisannya bermanfaat, ehm Trid boleh request? Bahas tentang issue internasional terkait rekonsiliasi tragedi 1965 tapi dari sudut pandang lu gimana. Hatur nuhun
ReplyDeleteRekonsiliasi sekaligus rehabilitasi & reparasi nya kompleks sih, jadi masih sekedar reader aja hehe. Btw, terimakasih ya
Deletesama-sama oke hehe lain kali aja, ditunggu tulisan selanjutnya trid.
ReplyDelete